Monday, October 21, 2024

Maestro Musik Indonesia yang Mewakili Harmoni Kehidupan Bangsa

Ismail Marzuki (Sumber Foto: Wikimedia Commons)

FEMUSINDO.com - Dari sekian banyaknya pencipta, Ismail Marzuki dikenal sebagai salah satu maestro musik Indonesia yang mewakili harmoni kehidupan bangsa. 

Ismail Marzuki, yang juga Pahlawan Nasional ini, merupakan komponis yang mempunyai peran penting dalam perkembangan seni musik Indonesia. 

Lagu-lagu ciptaannya sepanjang era 1930-an hingga 1950-an dinilai memiliki karakter kuat perpaduan romantisme dan nasionalisme.

Ismail Marzuki, dilahirkan pada tanggal 11 Mei 1914 di Kampung Kwitang, tepatnya di kecamatan Senen, wilayah Jakarta Pusat. 

Bakat musik Ismail yang dilahirkan dan dibesarkan dari keluarga Betawi ini sudah menonjol sejak kecil, sehingga ia mengejar karirnya di bidang seni musik.

Dia memulai debutnya di bidang musik pada usia 17 tahun. Pada tahun 1931, untuk pertama kalinya Ismail berhasil mengarang lagu "O Sarinah”. 

Pada tahun 1936, ia memasuki perkumpulan orkes musik Lief Java sebagai pemain gitar, saxophone, dan harmonium pompa.

Semasa penjajahan Jepang, Ismail Marzuki turut aktif dalam orkestra radio pada Hozo Kanri Keyku Radio Militer Jepang. 

Ketika masa kependudukan Jepang berakhir, Ismail Marzuki tetap meneruskan siaran musiknya di RRI (Radio Republik Indonesia). 

Selanjutnya, ketika RRI kembali dikuasai Belanda pada tahun 1947, Ismail Marzuki yang tidak mau bekerja sama dengan Belanda memutuskan untuk keluar dari RRI. 

Dia baru kembali bekerja di radio setelah RRI berhasil diambil alih. Ia kemudian mendapat kehormatan menjadi pemimpin Orkes Studio Jakarta. 

Pada Pemilu 1955, Ismail Marzuki menciptakan lagu Pemilihan Umum dan diperdengarkan pertama kali dalam Pemilu tersebut. 

Ismail Marzuki meninggal di kediamannya, kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, 25 Mei 1958 di usia 44 tahun karena menderita penyakit paru-paru.

Selama karirnya, ia telah banyak menciptakan lagu, seperti Aryati, Gugur Bunga, Melati di Tapal Batas (1947), Wanita, Rayuan Pulau Kelapa dan Sepasang Mata Bola (1946).

Kemudian, Bandung Selatan di Waktu Malam (1948), Keroncong Serenata, Ibu Pertiwi, Kasim Baba, Halo, Halo Bandung, Bandaneira, Lenggang Bandung, Juwita Malam, Rindu Lukisan dan lainnya. (*)

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

UPDATE

Back to Top