Wednesday, January 29, 2025

Apa Itu Hamas, Gerakan Nasionalis-Agamis Palestina yang Menentang Pendudukan Zionis Israel?

Sumber Foto: pbs.org

FEMUSINDO.com - Hamas akronim dari Harakat al-Muqawwamatul Islamiyyah yang secara harfiah disebut dengan "Gerakan Perlawanan Islam".

Hamas adalah gerakan Islam Sunni dan nasionalisme Palestina yang menentang pendudukan Zionis di wilayah tersebut. 

Dalam piagam pendiriannya, organisasi ini berkomitmen untuk menghancurkan Israel melalui divisi militernya, Brigade Izzedine al-Qassam. 

Selain fokus pada perlawanan bersenjata, Hamas juga melaksanakan program kesejahteraan sosial untuk rakyat Palestina.

Gerakan militan Islam ini salah satu dari dua partai politik utama di wilayah Palestina. Hamas tak hanya memerintah lebih dari dua juta warga Palestina di Jalur Gaza, tetapi kelompok ini paling dikenal karena perlawanan bersenjatanya terhadap Israel.

Dalam buku Islam Moderat dan Isu-Isu Kontemporer (2019) karya Ayang Utriza Yakin, DEA., Ph.D., disebutkan bahwa Hamas adalah gerakan nasionalis-agamis yang menggabungkan dakwah damai Islam dengan strategi perjuangan bersenjata. 

Kelompok ini berjuang membebaskan Palestina dari penjajahan Israel. Gerakan itu percaya bahwa kebangkitan mereka adalah titik masuk utama untuk tujuannya "membebaskan seluruh Palestina dari sungai ke laut".

Anggota IM di Palestina mendirikan cabang IM di Palestina pada 1946. Setelah Israel berdiri, IM Palestina mulai berjuang setelah perang tahun 1967.

Setelah intifadah pertama pecah, pimpinan IM Palestina mendirikan organisasi yang lebih terarah dan tertib untuk mencapai satu tujuan, yaitu Hamas. Selain Hamas, ada juga kelompok Fatah yang bertujuan sama, namun mengedepankan negosiasi dan perdamaian.

Setelah perjanjian damai Organisasi Pembebasan Palestina (Palestine Liberation Organization) yang diwakili oleh Fattah Yasir Arafat ditolak Israel pada 1993, Hamas semakin terlihat dengan perjuangannya melalui angkat senjata.

Hamas kemudian tidak sekadar berjuang dengan berperang, tetapi juga melakukan kerja sosial. Hal inilah yang membuat masyarakat Palestina semakin simpati dengan mereka. Kelompok ini kemudian menjadi partai politik dan memenangi Pemilu 2006.

Sejak tahun 2007, Hamas telah memerintah Jalur Gaza, setelah memenangkan mayoritas kursi di parlemen Palestina pada pemilihan parlemen Palestina tahun 2006 dan mengalahkan organisasi politik Fatah dalam serangkaian bentrokan. 

Israel, Amerika Serikat, Kanada, Uni Eropa,  Yordania, Mesir, dan Jepang mengklasifikasikan Hamas sebagai organisasi teroris. 

Sementara, Iran, Rusia, Turki,  China, dan banyak negara di seluruh dunia tidak mengambil sikap atas Hamas.

Berdasarkan prinsip-prinsip fundamentalisme Islam yang memperoleh momentum di seluruh dunia Arab pada 1980-an, Hamas didirikan pada tahun 1987 selama Intifadhah Pertama sebagai cabang dari Ikhwanul Muslimin Mesir.

Walaupun organisasi ini berdiri pada 14 Desember 1987, Hamas sebetulnya sudah ada jauh sebelum munculnya konflik Israel-Palestina.

Sheikh Ahmed Yassin sebagai pendiri menyatakan bahwa Hamas didirikan untuk membebaskan Palestina dari pendudukan Israel dan mendirikan negara Islam di wilayah yang sekarang menjadi Israel, Tepi Barat, dan Jalur Gaza.

Tapi, pada bulan Juli 2009, Khaled Meshal, kepala biro politik Hamas, mengatakan organisasi itu bersedia bekerja sama dengan resolusi konflik Arab-Israel yang termasuk negara Palestina berdasarkan perbatasan tahun 1967, asalkan pengungsi Palestina memegang hak untuk kembali ke Israel dan Yerusalem Timur menjadi ibu kota negara baru.

Namun, Mousa Abu Marzook Mohammed, wakil ketua biro politik Hamas, mengatakan pada tahun 2014 bahwa Hamas tidak akan mengakui Israel, dan menambahkan "ini adalah garis merah yang tidak bisa dilewati".

Brigade Izzuddin al-Qassam, sayap militer yang berafiliasi dengan Hamas, telah meluncurkan serangan terhadap Israel dengan sasaran target militer.

Serangan roket dari tahun 1993 hingga 2006 dan juga bom syahid. Serangan terhadap sasaran militer menyertakan tembakan senjata ringan, roket dan serangan mortir.

Pada bulan Juni 2008, sebagai bagian dari gencatan senjata yang ditengahi Mesir, Hamas menghentikan serangan roket ke Israel dan melakukan beberapa upaya untuk mencegah serangan oleh organisasi lain.

Setelah masa tenang selama empat bulan, konflik meningkat ketika Israel melakukan pelanggaran dengan melakukan aksi militer, dalihnya mencegah penculikan yang direncanakan oleh Hamas.

Israel menggunakan terowongan yang digali di bawah pagar keamanan perbatasan, dan menewaskan tujuh operator Hamas. Sebagai pembalasan, Hamas menyerang Israel dengan rentetan roket.

Pada akhir Desember 2008, saat Israel menyerang Gaza[31] dan menarik pasukannya dari wilayah pada pertengahan Januari 2009.

Setelah Perang Gaza, Hamas terus memerintah Jalur Gaza dan Israel mempertahankan pengepungan. Pada tanggal 4 Mei 2011, Hamas dan Fatah mengumumkan perjanjian rekonsiliasi yang menyediakan untuk "pembentukan pemerintah Palestina sementara secara bersama" sebelum pemilihan nasional yang dijadwalkan pada 2012.

Menurut laporan berita Israel yang mengutip pemimpin Fatah Mahmud Abbas, sebagai syarat bergabung dengan PLO, Khaled Mashal setuju untuk menghentikan "perjuangan bersenjata" melawan Israel dan menerima Negara Palestina dalam perbatasan tahun 1967, di samping Israel. 

Pada bulan Oktober 2023, Hamas melancarkan serangan mendadak besar-besaran di Israel selatan, menewaskan ratusan warga sipil dan tentara serta menyandera puluhan lainnya. 

Israel telah menyatakan perang terhadap kelompok tersebut sebagai tanggapan dan mengindikasikan militernya berencana untuk melakukan operasi panjang untuk mengalahkannya.

Setelah perang selama 15 bulan, pada Minggu, 19 Januari 2025, Hamas dan Israel memulai gencatan senjata dan pertukaran pembebasan sandera. 

Pasca gencatan senjata, puluhan ribu warga Palestina yang berada dipenampungan maupun pengungsian mulai kembali ke Gaza. (*)

Dikutip dari berbagai sumber
FEMMI Research

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

UPDATE

Back to Top