![]() |
Sumber Foto: brahim Chalhoub / AFP via Getty Images |
FEMUSINDO.com - Setelah pemberontak menduduki ibu kota Suriah, Damaskus, dan Presiden Suriah Bashar al-Assad melarikan diri ke Rusia, Israel memanfaatkan kesempatan dengan merebut zona penyangga di Suriah selatan dan melancarkan serangan udara terhadap pangkalan militer dan udara Suriah, menurut sumber keamanan Suriah, Selasa (10/12/2024).
Operasi militer Israel ke Suriah terjadi dua hari setelah penggulingan Presiden Bashar al-Assad secara tiba-tiba oleh aliansi pemberontak, yang membuat warga Suriah, negara-negara kawasan dan kekuatan dunia gelisah tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.
Sumber keamanan Suriah, mengutip Reuters, mengatakan pasukan Israel mencapai Qatana, yang berjarak 10 km (enam mil) ke wilayah Suriah di sebelah timur zona demiliterisasi yang memisahkan Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel dari Suriah.
Israel menyebut, pihaknya tidak akan terlibat dalam konflik di Suriah dan perebutan zona penyangga merupakan langkah defensif.
Akan tetapi, Mesir, Qatar dan Arab Saudi mengutuk serangan tersebut. Arab Saudi mengatakan tindakan tersebut akan merusak peluang Suriah untuk memulihkan keamanan.
Sementara itu, sebelumnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan, mereka menginginkan masa depan terbaik bagi rakyat Suriah yang mereka pilih sendiri.
Stephane Dujarric, juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, menyampaikan komentar tersebut dalam sebuah konferensi pers, Senin waktu setempat (9/12/2024).
“Kami ingin melihat masa depan terbaik bagi rakyat Suriah, yang mereka pilih sendiri, yang inklusif, yang sepenuhnya menghormati hak-hak kaum minoritas. Seperti yang kita ketahui dan seperti yang Anda ketahui, situasinya bergerak sangat cepat. Saya pikir semuanya akan menjadi lebih jelas dalam beberapa hari mendatang,” kata Dujarric.
Kepala lembaga pengungsi PBB meminta kesabaran semua pihak, karena jutaan orang Suriah yang mengungsi akibat perang saudara selama 13 tahun mempertimbangkan kemungkinan untuk kembali ke negara itu, setelah tergulingnya presiden otokratis Bashar al-Assad.
“Ada peluang luar biasa bagi Suriah untuk bergerak menuju perdamaian dan bagi rakyatnya untuk mulai kembali ke rumah,” kata Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi, Filippo Grandi dalam sebuah pernyataan yang dikirim kepada jurnalis, Senin.
“Namun dengan situasi yang masih tidak menentu, jutaan pengungsi dengan hati-hati menilai seberapa aman untuk melakukannya. Beberapa bersemangat, sementara yang lain ragu-ragu,” tambahnya.
Dia menyerukan kesabaran dan kewaspadaan saat para pengungsi mempertimbangkan pilihan mereka. Sejumlah negara-negara Eropa telah menangguhkan permohonan suaka dari warga Suriah hingga pemberitahuan lebih lanjut. (*)
No comments:
Write comment